PUISI PELANGI AE
TAHAP 7 “KARTINI INDONESIA”
EMANSIPASI
Oleh : Annisa Siwi
Prastiwi
1/
Lihat aku manusia tak bertuan, mungkinkah kau rasa
perilakumu sekeras bebatuan? Coba tengok sebentar perasaan kami, yang ingin
menyelipkan pada hujan tentang musim semi. Bertahun kami terkurung dirumah bambu,
tua dan butuh suatu hal baru dari sebuah rambu, dimana mampu mengajak kami
membuka mata, atas perlakuan hidup yang tak rata. Kami tercipta dalam hati yang
haus, iya haus akan cerita baru jauh dari aus, disitu kami dapat melukiskan
harapan, agar perjalanan menjadi lengkap berkecukupan.
2/
Pagar-pagar itu tetap menjulang tinggi, meskipun pagi sudah
bertemu pagi, kurasa impian kami hanya akan menggigil mati, penuh dengan
racun-racun belati. Suasana layaknya hati yang padam, kembali menata harapan
supaya tak padam, ah kami butuh emansipasi, seperti bayi haus akan ASI. Dimana
letak kebangkitan? Jika harus bersembunyi dalam menganyam rotan, bahkan
kekuasaan berbicara atas kami yang terbelakang, dibawah senja ini kami selalu
terkekang. Bunda mana penyelamat cerita tak lengkap? Kalaulah tangan-tangan
bengis kelas kakap, merayu dan terus merayu waktu, biar memperlama hancurnya
batu, ya mereka berkutat bersama bengunannya, sedang kami hanya bersama mimpi
tak berartinya.
3/
Siapakah bunda wanita dengan paras ayu? Mendekat dengan
kebijakannya merayu, menyingsingkan aral dihadapan kami, jiwa-jiwa tak berkemanusiaan
mulai dibasmi. Sungguh cahanya ini mulai memancar, semakin purnama kurasa begitu lancar, berarak menuju bulan, kami
menatap terbukanya pintu untuk berjalan. Galap ini menghilang kawan, hati kita
kini tenang tak perlu rawan, kau tau siapa? Sesederhana beliau yang tanpa apa,
berteman bulatan tekad bara api, melengkapi cerita kami begitu rapi. Namamu
melekat sayang, telah mengepakkan sayap kami untuk melayang, kau adalah kesuma
jiwa, terutama bagi wanita saat ini berhias tawa, tak lepas dari perjuanganmu, ya
kau adalah Kartini bagi hidup kami yang mulai teramu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar